Hamzah Al-Fansuri

Hamzah Al-Fansuri

Hamzah Al-Fansuri 

1. Asal Usul Dan Latar Belakang 

Hamzah Al-Fansuri adalah ulama sufi, sastrawan, dan intelektual Melayu yang muncul pada abad ke-16, dan dianggap sebagai salah satu tokoh paling penting dalam sejarah intelektual Nusantara. Ia diperkirakan lahir di wilayah Fansur atau Barus, sebuah pelabuhan kosmopolitan di pantai barat Sumatra yang sejak lama menjadi tempat persinggahan para pedagang dan ulama dari Arab, Persia, dan India. Tanggal kelahiran beliau tidak diketahui secara pasti karena kurangnya catatan sejarah tertulis pada masa itu, namun para ahli sepakat bahwa ia hidup antara akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-17. Begitu pula, waktu wafatnya tidak tercatat jelas, meski sebagian besar sumber memperkirakan bahwa beliau meninggal sekitar akhir abad ke-16 atau menjelang awal abad ke-17. Lingkungan Barus yang terbuka, religius, dan penuh interaksi antarbudaya memberikan pengaruh besar pada perjalanan keilmuan Hamzah Fansuri. Meskipun sedikit sekali informasi mengenai keluarga beliau, sangat jelas bahwa ia tumbuh dalam suasana yang mendorong perkembangan spiritual, intelektual, dan budaya. Keberadaan ulama Arab dan Persia di wilayah itu memungkinkan beliau sejak kecil terpapar ilmu tasawuf, bahasa Arab, dan tradisi keagamaan Islam.

2. Perjalanan Menuntut Ilmu 

Hamzah Fansuri menempuh perjalanan panjang dalam mencari ilmu, sesuatu yang mencerminkan dedikasi luar biasa dalam dirinya. Ia dikenal sebagai seorang pengembara ilmu yang tidak hanya belajar di Nusantara, tetapi juga pergi ke berbagai pusat keilmuan dunia Islam. Beliau disebut pernah belajar di Mekkah dan Madinah, dua kota suci yang menjadi pusat studi Islam sejak awal perkembangan agama ini. Di sana ia memperdalam ilmu fikih, bahasa Arab, dan terutama tasawuf. Selain itu, ia juga melakukan perjalanan ke Baghdad, tempat berkembangnya pemikiran tasawuf falsafi, serta ke Persia (Iran), pusat ajaran sufi seperti Ibnu Arabi, Al-Jilli, dan Jalaluddin Rumi. Perjalanannya bahkan disebut mencapai India, daerah yang pada masa itu juga menjadi pusat perkembangan spiritualitas Islam. Meski nama-nama guru langsungnya tidak tercatat secara rinci, pemikirannya sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokoh besar seperti Ibnu Arabi dengan ajaran wahdatul wujud. Tantangan terbesar saat menuntut ilmu pada zamannya adalah jarak yang jauh, perjalanan melelahkan dengan kapal atau jalan darat yang mengambil waktu berbulan-bulan, serta situasi politik dan keamanan yang tidak stabil. Namun semangat dan komitmen Hamzah menunjukkan betapa besar keinginannya untuk memperdalam ilmu, hingga ia rela melintasi negara dan benua sebelum akhirnya kembali ke Nusantara.

3. Karya Intelektual 

Hamzah Al-Fansuri meninggalkan sejumlah karya penting yang memberi warna baru dalam dunia sastra dan keilmuan Islam di Nusantara. Karya-karya beliau dapat dibagi menjadi dua kategori: risalah keagamaan dan syair. Dalam kategori risalah keagamaan, karya-karyanya meliputi Asrar al-‘Arifin, Sharab al-‘Asyiqin, dan Al-Muntahi. Ketiga risalah ini membahas ajaran tasawuf secara mendalam, khususnya konsep wahdatul wujud yang menekankan kesatuan wujud antara makhluk dan Tuhan dalam makna spiritual, bukan fisik. Melalui risalah-risalahnya, Hamzah mencoba menjelaskan perjalanan spiritual seorang hamba menuju Tuhan, pentingnya penyucian jiwa, dan proses pengenalan diri yang mendalam. Selain risalah tersebut, Hamzah juga dikenal menulis syair-syair sufi dalam bahasa Melayu, menjadikannya pelopor sastra sufi Melayu. Syair-syairnya menggambarkan perjalanan ruhani, cinta ilahi, dan pencarian Tuhan dengan gaya puitis yang indah. Karya-karyanya berpengaruh besar dalam perkembangan sastra Melayu klasik dan membuka gerbang bagi masyarakat Nusantara untuk memahami tasawuf dengan bahasa yang lebih dekat dengan kehidupan mereka. Pemikirannya juga mempengaruhi ulama-ulama Aceh pada masa Kesultanan Aceh Darussalam.

4. Peran Dan Kontribusi Global 

Dalam skala global, Hamzah Al-Fansuri dikenal sebagai sosok penting dalam bidang tasawuf dan sastra sufi Melayu. Ia dianggap sebagai orang pertama yang berhasil menerjemahkan gagasan tasawuf falsafi ke dalam bahasa Melayu, menjadikannya pionir dalam perkembangan pemikiran Islam di Asia Tenggara. Kontribusinya tidak hanya dalam tulisan, tetapi juga dalam menghubungkan Nusantara dengan jaringan intelektual internasional. Perjalanannya ke Mekkah, Madinah, Baghdad, Persia, dan India menunjukkan bahwa ia adalah bagian dari arus ilmu global yang berkembang pada masa itu. Di masing-masing negara tersebut, ia mempelajari tradisi keilmuan setempat, lalu membawa dan menyesuaikannya dengan budaya Melayu. Dengan demikian, ia berperan penting dalam pembentukan tradisi intelektual Islam Nusantara yang unik—sebuah perpaduan antara ajaran Timur Tengah, Persia, dan lokal. Pemikirannya menyebar ke Aceh, Sumatra, Semenanjung Melayu, dan kemudian memengaruhi dunia intelektual Indonesia hingga masa modern.

5. Murid Dan Jaringan Keilmuan 

Walaupun catatan sejarah mengenai murid-murid Hamzah tidak terlalu banyak, ada satu tokoh penting yang jelas merupakan bagian dari jaringan keilmuannya, yaitu Syamsuddin As-Sumatrani. Syamsuddin adalah ulama besar Aceh yang kemudian menjadi penasihat spiritual Sultan Iskandar Muda, salah satu sultan paling berpengaruh dalam sejarah Aceh. Ia melanjutkan ajaran tasawuf gurunya, terutama seputar konsep wahdatul wujud, dan turut menyebarkannya dalam lingkungan istana Aceh. Melalui Syamsuddin dan jaringan ulama lain di Aceh, ajaran Hamzah Fansuri menyebar ke berbagai wilayah Nusantara, termasuk Semenanjung Melayu. Jaringan keilmuan ini membantu membentuk identitas intelektual Aceh sebagai pusat ilmu Islam pada abad ke-16 hingga 17. Keberadaan murid-murid yang meneruskan ajaran beliau menunjukkan bahwa pemikiran Hamzah tidak hanya hidup pada masanya, tetapi juga diwariskan kepada generasi berikutnya.

6. Perjuangan Dan Keteguhan Iman 

Meskipun Hamzah Fansuri tidak terlibat langsung dalam peperangan melawan penjajah, perjuangan terbesar yang ia lakukan adalah dalam bidang pemikiran dan penyebaran ilmu. Ia berani menyebarkan ajaran tasawuf falsafi yang pada masanya sangat berani dan kontroversial. Terutama ketika ajaran-ajarannya ditentang keras oleh ulama lain seperti Nuruddin ar-Raniri, yang menuduh sebagian pemikiran Hamzah menyimpang dari ajaran Islam. Namun, Hamzah tetap menunjukkan keteguhan iman dan keberanian dalam berdakwah melalui karya-karyanya, yang terus beredar meski menghadapi tekanan. Dakwahnya tidak dilakukan melalui pidato keras, melainkan melalui tulisan yang mendalam dan penuh renungan spiritual. Perjuangan intelektualnya ini justru menjadi bentuk jihad yang sangat berharga, karena membuka wawasan masyarakat Nusantara untuk memahami agama dengan cara yang lebih lembut, mendalam, dan penuh kebijaksanaan. Keberanian Hamzah untuk tetap menulis dan berkarya di tengah perbedaan pendapat menunjukkan keteguhan hati sebagai seorang ulama sejati.

7. Nilai-Nilai Keteladanan 

Sepanjang hayatnya, Syekh Hamzah Fansuri tidak hanya fasih berbahasa Melayu, tetapi juga Jawa, Siam, Hindi, Arab, dan Persia, Bahasa Arab dan Persia, merupakan bahasa penting pada abad ke-16, termasuk mengenai tasawuf Islam.

Di Barus pada masa itu, sudah berkembang suatu dialek bahasa Melayu yang unggul disamping dialek Malaka dan Pasai. Oleh karena itu bahasa Melayu yang dipakai Hamzah Fansurı dalam karya karyanya dapat dianggap contoh terbaik ragam bahasa Melayu Barus.

Semua pegiat sastra Nusantara menyebut bahwa Hamzah Fansuri adalah penyair Agung di rantau Sumatera. Disebutnya oleh A Teeuw, ketika Valentijn (seorang sarjana Belanda) mengunjungi Barus pada 1706, iya membuat catatan yang menonjolkan kekagumannya. kepada Sang penyair.

"Seorang penyair Melayu, Hamzah Fansuri adalah sosok terkemuka di lingkungan orang-orang Melayu, karena syair dan puisinya yang menakjubkan. Kita dibuat dekat kembali dengan kota kelahiran Sang penyair jika mengangkat naik tumbunan debu kebesaran dan Kemegahan masa lampau." tulis Valentijn.

Contoh teladan yang dapat kita ambil dari Hamzah Al-Fanshuri:

a. Seorang penulis produktif tentang ilmu keagamaan dalam bentuk syair puisi dan prosa. Dalam karya Hamzah Al-Fansuri kita dapat mengambil makna yang terkandung didalam karya-karya nya.

b. Beliau adalah seorang Sufi yang berani menyampaikan pikiran pikiran secara terus terang terutama melalui tulisan tulisannya.

c. Beliau diakui sebagai seorang Sufi ilmuwan bidang Tasawuf yang terkenal di Nusantara.

d. Pandai dan fasih berbicara berbagai macam bahasa. Jika kita menguasai banyak bahasa itu sangat mempermudah kita dalam berkomunikasi dimanapun dan dengan siapapun.

8. Relevansi Untuk Generasi Sekarang 

Nilai-nilai perjuangan dan keilmuan Hamzah Fansuri sangat relevan untuk generasi muda masa kini. Di era digital yang penuh informasi cepat, perilaku beliau mengajarkan pentingnya bersikap kritis, tidak mudah menerima informasi tanpa dipikirkan, dan selalu mencari kebenaran berdasarkan ilmu. Semangatnya dalam menuntut ilmu ke berbagai tempat menginspirasi remaja untuk terus belajar, memperluas wawasan, dan tidak berhenti pada zona nyaman. Kreativitasnya dalam menulis syair juga menjadi contoh bahwa generasi sekarang bisa menuangkan ide positif melalui media modern seperti video, tulisan, atau konten digital. Selain itu, nilai spiritual yang ia tekankan mengajarkan remaja untuk tetap menjaga akhlak, integritas, dan kedekatan dengan Tuhan meskipun hidup dalam dunia yang sibuk dan penuh tantangan. Keteguhan prinsip beliau juga relevan untuk menghadapi tekanan sosial dan tetap menjadi diri sendiri.

9. Inspirasi Pribadi 

Jika saya dapat bertemu dengan Hamzah Al-Fansuri, pertanyaan yang ingin saya ajukan adalah, “Bagaimana Anda menemukan keberanian untuk berpikir berbeda dan tetap menyebarkan ajaran Anda meskipun banyak yang menentang?” Pertanyaan ini penting karena dalam kehidupan modern, banyak orang—terutama remaja—sering takut menyampaikan pendapat atau berkarya karena khawatir dihakimi atau tidak sejalan dengan orang lain. Jawaban Hamzah akan memberi inspirasi mengenai bagaimana menjadi pribadi yang tegas, berani, dan percaya pada kebenaran yang diyakininya, sekaligus tetap rendah hati dalam menyampaikan ilmu

10. Kutipan Inspiratif 

Dari barus ke negeri-negeri jauh,

Engkau berjalan mencari cahaya.

Dalam sunyi engkau temukan Tuhan,

Dalam diri engkau temukan bahasa.

Wahai sufi dari lautan ilmu,

Langkahmu tak pernah padam oleh waktu.

Engkau ajarkan kami arti mencari,

Bahwa perjalanan ruhani tak mengenal henti.


Ilmu kau bawa pulang untuk kami,

Menjadi pelita di tanah Melayu.

Semangatmu menjadi saksi,

Bahwa seorang pencari tak pernah berhenti merindu.

Berita Popular

Advertisement