Muhammad sholeh bin Umar Al samarani

Muhammad sholeh bin Umar Al samarani

Muhammad Sholeh bin Umar Al Samarani 


1) Asal-Usul & Latar Belakang

Nama lengkap: Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani (sering disebut KH Sholeh Darat). 

Kelahiran: sekitar tahun 1820 M/1235 H; disebut lahir di Desa Kedung (Kedung Cumpleng / Kedung Jumbleng), Kecamatan Mayong, Jepara (ada sedikit variasi lokasi dalam sumber lokal). 

Keluarga & pengaruhnya: ayahnya, Kiai Umar, adalah ulama dan pejuang yang ikut dalam perjuangan Pangeran Diponegoro — lingkungan keluarga pejuang dan ulama ini membentuk dasar pendidikan agama dan semangatnya. 

2) Perjalanan Menuntut Ilmu

Belajar di mana: menimba ilmu di pesantren-pesantren Jawa (beberapa disebut: Waturoyo, Kajen, Pati, dll.), kemudian melanjutkan belajar di Mekah dan bahkan sempat mengajar di Masjidil Haram. 

Guru-guru terkenal: sumber tradisi menyebut beberapa gurunya di Jawa dan di Mekah (nama-nama spesifik kadang berbeda menurut penulis biografi lokal), namun yang penting: ia mendapat ijazah/otoritas keilmuan dari ulama Mekah yang memungkinkan ia mengajar di sana. 

Tantangan zamannya: era kolonial (Abad XIX) — hambatan komunikasi, keterbatasan cetak dan sibuknya kondisi politik; Perjuangan bahasa (sebagian besar tafsir berbahasa Arab sehingga sulit menjangkau masyarakat Jawa) mendorong beliau menulis karya berbahasa Jawa. 

3) Karya Intelektual (kitab, tafsir, risalah)

Karya paling terkenal: Faidh (Faid) al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam al-Malik al-Dayyan (sering disingkat Faid al-Rahman / Faidlur Rahman) — tafsir Al-Qur'an yang ditulis dalam bahasa Jawa (aksara Arab Pegon). Ini dianggap salah satu tafsir berbahasa Jawa paling awal/terpenting. 

Isi & pengaruh singkat: tafsir ini menerjemahkan dan menjelaskan makna Al-Qur'an agar mudah dicerna masyarakat awam Jawa — membuka akses ke pemahaman al-Qur'an bagi yang tidak menguasai bahasa Arab. Karya ini berpengaruh luas pada dakwah dan pendidikan agama di Jawa dan termasuk mempengaruhi tokoh-tokoh pembaharuan (contoh: Kartini mendapatkan penjelasan agama dari beliau). 

Karya lain: Al-Mursyid al-Wajiz fî 'Ilm al-Qur'ân al-'Azîz (bentuk ringkasan/kitab ilmu Al-Qur'an) dan sejumlah risalah/kitab pengajaran Al-Qur'an yang dipakai di pesantren lokal. Karya-karya tersebut banyak dikaji dalam studi ulumul Qur'an di Indonesia. 

4) Peran & Kontribusi Global / Wilayah Pengaruh

Bidang utama: tafsir & pendidikan Al-Qur'an (transmisi ilmu Al-Qur'an ke masyarakat Jawa), juga dikenal sebagai guru/didikan ulama besar Nusantara. 

Reputasi internasional: memperoleh otoritas sebagai pengajar di Mekah (mengajar santri dari nusantara di sana), sehingga memiliki jaringan ulama internasional pada masanya.

Negara/wilayah perjuangan: terutama Nusantara (Jawa: Jepara → Semarang) dan masa belajar/aktif di Mekah. 

5) Murid & Jaringan Keilmuan

Murid terkenal: tradisi sumber Nusantara menyebut beberapa murid yang menjadi tokoh nasional, antara lain: KH Hasyim Asy'ari (pendiri NU), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), dan disebut juga RA Kartini pernah memperoleh bimbingan/penjelasan agama darinya. (Catatan: hubungan guru-murid ini muncul dalam tradisi lokal/biografi; beberapa literatur menegaskan peran beliau sebagai guru formatif bagi para tokoh tersebut). 

6) Perjuangan & Keteguhan Iman

Bentuk perjuangan: selain mengajar dan menyusun karya berbahasa daerah untuk memperluas akses agama, latar keluarga pejuang (ayahnya ikut Diponegoro) menempatkannya dalam tradisi resistensi moral terhadap dominasi kolonial; perjuangan intelektual (pendidikan berbahasa rakyat) menjadi salah satu wujud perlawanan kultural terhadap marginalisasi akses agama. 

Keberanian berdakwah: pulang ke Jawa setelah lama di Mekah untuk mengajar masyarakat; Catatan rakyat menyimpan kisah-kisah karomah dan pengorbanannya untuk pendidikan rakyat (kisah-kisah ini banyak muncul dalam sumber lokal/biografi). 

7) Nilai-Nilai Keteladanan

Nilai yang sering ditonjolkan dalam sumber:

Cinta ilmu & semangat mengajar (mengajar di Mekah dan kembali mengajar rakyat Jawa).

Rendah hati & keterbukaan bahasa (menulis tafsir dalam bahasa Jawa agar mudah dipahami). 

Kepedulian sosial & nasionalisme budaya (memperjuangkan pendidikan agama untuk semua lapisan). 

8) Relevansi untuk Generasi Sekarang (remaja)

Beberapa nilai praktik yang bisa diterapkan:

Belajar dengan tujuan memudahkan orang lain — gunakan ilmu untuk memberdayakan komunitas (contoh: terjemahkan/ajarkan dengan bahasa yang Dapat Dipahami teman sebaya). 

Ketekunan menuntut ilmu & rendah hati — terus belajar baik formal maupun mandiri; jangan malu bertanya. 

Kepedulian sosial — ilmu bukan sekedar prestise, tapi sarana pelayanan (mengajar adik-adik, membuat konten edukasi, dsb.). 

9) Inspirasi Pribadi — Pertanyaan jika “bertemu” beliau

Pertanyaan yang ingin saya tanyakan:

1. “Apa metode paling efektif yang Anda gunakan agar orang awam benar-benar memahami pesan Al-Qur'an?” — penting agar generasi sekarang dapat mengubah metode itu ke dalam media modern (video, buku populer, aplikasi).

2. “Bagaimana Anda menjaga keseimbangan antara tradisi ulama dan kebutuhan pembaruan sosial?” — penting untuk memahami cara menyesuaikan ajaran klasik dengan tantangan zaman kini.

(Alasan: pertanyaan kedua ini membantu mengadaptasi warisan beliau ke konteks pendidikan dan dakwah modern.) 

10) Karya Kreatif Kelompok — Kutipan / Puisi pendek

Kutipan inspiratif:

"Ilmu yang dirawat untuk rakyat adalah cahaya, siapa pun yang menyalakannya membawa generasi dari kegelapan kata menjadi terang makna."

Berita Popular

Advertisement