Muhammad Shalih bin ʿUmar bin Muhammad Tasmin as-Samarānī (محمد صالح بن عمر السماراني) dikenal sebagai Saleh Darat as-Samarani atau Kyai Saleh Darat adalah seorang ulama besar di Semarang, Jawa Tengah. KH Sholeh Darat lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara pada tahun 1820. Ketika lahir, ia diberi nama Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani oleh ayahnya, Kiai Umar. Kiai Umar sendiri adalah seorang pejuang kemerdekaan dan orang kepercayaan Pangeran Diponegoro di pesisir utara Jawa Tengah. Ketika masih kecil KH Sholeh Darat mendapat pendidikan awal ilmu agama dan Al-Qur'an dari ayahnya.
KH. Saleh Darat wafat di Semarang pada hari Jum’at 28 Ramadan 1321 H/18 Desember 1903 M. Beliau dimakamkan di pemakaman Bergota, Semarang.
Pendidikan awal beliau dimulai dari ayahnya, Kiai Umar. Kemudian, beliau melanjutkan pendidikan di beberapa pesantren di Jawa, antara lain:
* Pesantren Waturoyo, Kajen, Pati, berguru kepada Kiai M. Syahid.
* Kudus, berguru kepada KH Raden Haji Muhammad Shaleh bin Asnawi.
* Semarang, berguru kepada ulama-ulama setempat seperti Kiai Ishak Damaran, Kiai Abu Abdillah Muhammad bin Hadi Buquni.
KH Sholeh Darat berguru kepada banyak ulama, baik di Nusantara maupun di Hijaz (Mekah). Beberapa guru terkenalnya, terutama yang mengajar beliau di Mekah dan ulama penting di Jawa, meliputi:
• Di Jawa:
* Kiai M. Syahid (Waturoyo, Kajen, Pati).
* KH Raden Haji Muhammad Shaleh bin Asnawi (Kudus).
• Di Mekah:
* Syekh Muhammad al-Muqri al-Mashri al-Makki.
* al-'Allamah Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan (Mufti mazhab Syafi'iyah di Mekah).
Beliau sangat memperhatikan orang-orang Islam awam (masyarakat umum) dalam bidang agama. Salah satu bentuk perhatiannya adalah ketika Raden Ajeng Kartini meminta agar Al-Qur'an diterjemahkan karena merasa asing dengan agamanya sebab tidak mengetahui maknanya.
3. Karya Intelektual
Kiai Sholeh Darat terkenal sebagai ulama produktif yang menulis kitab dalam bahasa Jawa Pegon, agar mudah dipahami umat.
Karya pentingnya:
Faidl ar-Rahman → Tafsir Al-Qur’an berbahasa Jawa Pegon.
Majmu’ah al-Syari’ah al-Kaifiyyah li al-‘Awam → Kitab fikih praktis untuk masyarakat awam.
Syarah al-Hikam → Penjelasan atas kitab tasawuf Ibnu Athaillah.
Lathoifuth Thaharah → Pembahasan tentang fikih thaharah.
Pengaruhnya:
Karya-karyanya menjadi pelopor penulisan kitab Islam dalam bahasa lokal sehingga membuka akses belajar agama bagi masyarakat Nusantara.
---
4. Peran dan Kontribusi Global
Di dunia internasional, beliau dikenal dalam bidang:
Tafsir
Fikih
Tasawuf
Pendidikan
Selain Indonesia, beliau pernah tinggal dan belajar lama di Makkah, sehingga jaringan keilmuannya meluas ke pusat-pusat studi Islam di Timur Tengah.
5. Murid dan Jaringan Keilmuan
Kiai Sholeh Darat memiliki banyak murid yang kemudian menjadi tokoh penting Indonesia dan dunia Islam, di antaranya:
1. KH Ahmad Dahlan
– Pendiri Muhammadiyah.
– Ia belajar tafsir dan ilmu agama kepada Kiai Sholeh Darat di Semarang.
– Dari beliaulah KH Ahmad Dahlan pertama kali memahami makna mendalam surat al-Ma‘un, yang kelak menjadi dasar gerakan sosial Muhammadiyah.
2. KH Hasyim Asy’ari
– Pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
– Saat muda pernah berguru kepada Kiai Sholeh Darat dan mengambil beberapa disiplin ilmu agama darinya.
3. RA Kartini
– Bukan murid resmi pesantren, tetapi ia belajar tafsir Al-Qur’an langsung dari Kiai Sholeh Darat.
– Kartini sangat terkesan karena baru pertama kali mendapatkan penjelasan Al-Qur’an dalam bahasa Jawa sehingga dapat dipahami.
4. KH Ahmad Rifai (Rifa’iyah)
– Tokoh gerakan keagamaan di Jawa Tengah.
– Belajar fiqih dan tasawuf dari Kiai Sholeh Darat.
Intinya: Jaringan keilmuan Kiai Sholeh Darat melahirkan tokoh-tokoh besar yang kemudian membentuk arah pemikiran Islam Indonesia modern.
---
6. Perjuangan dan Keteguhan Iman
Perjuangan dalam Menghadapi Penjajahan
Kiai Sholeh Darat hidup pada masa penjajahan Belanda, dan perjuangannya lebih banyak berupa perlawanan kultural dan intelektual, yaitu:
1. Mengajarkan agama dalam bahasa Jawa
Beliau menulis kitab-kitab dalam aksara pegon agar masyarakat Jawa—yang dibatasi akses pendidikannya oleh Belanda—tetap bisa belajar agama.
Ini adalah bentuk perlawanan penting, karena kolonial ingin membatasi literasi keislaman rakyat.
2. Membangun kesadaran keislaman dan kebangsaan
Dakwahnya mendorong umat untuk bangkit dari kebodohan dan penindasan.
Murid-muridnya kelak menjadi tokoh pembaru dan pemimpin gerakan kebangsaan.
3. Mendirikan majelis ilmu terbuka
Di tengah pembatasan gerak dari pemerintah kolonial, ia tetap mengajar masyarakat luas dan tidak hanya kelompok elite.
Keberanian dalam Berdakwah
1. Menjelaskan ajaran secara terang-terangan
Ia tetap menyampaikan kritik halus terhadap ketidakadilan dan penindasan yang terjadi pada rakyat.
2. Menyampaikan Al-Qur’an dalam bahasa setempat
Tindakan ini dianggap berani karena penyebaran tafsir dalam bahasa lokal dapat meningkatkan kesadaran masyarakat hal yang tidak disukai kolonial.
3. Menghasilkan karya tulis yang membangkitkan umat
Kitab seperti Tafsir Faid ar-Rahman membantu rakyat memahami Al-Qur’an dan memperkuat iman mereka.
Giat Menuntut Ilmu: Beliau tidak hanya belajar dari ulama-ulama terkemuka di Nusantara, tetapi juga melakukan perjalanan menuntut ilmu (Rihlah Ilmiah) hingga ke Makkah dan Madinah, di mana beliau bahkan menjadi pengajar yang disegani.
-nilai Keagamaan dan Pendidikan
Pendidikan Akhlak Mulia: Beliau menekankan pentingnya pendidikan akhlak, yang mencakup konsep taubat, sabar, dan syukur sebagai landasan kehidupan beragama yang ideal, sebagaimana tercermin dalam kitab karyanya, Munjiyat.
"bagaimana cara terbaik bagi seorang Muslim awam untuk mempertahankan keimanan dan menjadikannya sebagai kekuatan untuk membela martabat bangsa?"
Jawaban beliau akan memberikan wawasan tentang bagaimana ajaran Islam dapat menjadi fondasi spiritual sekaligus motivasi perjuangan melawan penindasan, sebuah konsep yang sangat relevan hingga kini.
"Ilmu adalah pelita yang menerangi hati, namun akhlak mulia adalah cahaya yang membimbing langkah. Jadilah pembelajar yang berilmu dan berjiwa patriot."

Komentar
Tuliskan Komentar Anda!