Syekh Naruddin bin Ali ar-Raniri

Syekh Naruddin bin Ali ar-Raniri

​1. Asal-Usul dan Latar Belakang

​Lahir dan Wafat:

​Beliau diperkirakan lahir di Ranir atau Rander, sebuah kota pelabuhan di Gujarat, India (sekarang bagian dari negara bagian Gujarat), pada akhir abad ke-16.

​Beliau wafat di Ranir/Rander, Gujarat, pada tahun 1658 M.

​Pengaruh Keluarga:

​Ar-Raniri berasal dari keluarga dengan tradisi keilmuan Islam yang kuat, terutama dalam bidang fikih dan tasawuf. Keluarganya memiliki jaringan ulama yang luas, bahkan dari kalangan Hadhrami (Yaman). Lingkungan ini memberinya fondasi ilmu agama yang kokoh dan akses ke tradisi keilmuan Timur Tengah dan India.

​2. Perjalanan Menuntut Ilmu

​Tempat Belajar:

​Awalnya di Ranir/Rander (Gujarat).

​Melanjutkan perjalanan menuntut ilmu ke Haramain (Makkah dan Madinah) dan mungkin ke Yaman atau daerah lain di Timur Tengah, yang merupakan pusat-pusat keilmuan Islam saat itu.

​Beliau kemudian datang ke Aceh Darussalam sekitar tahun 1637 M.

​Guru-Guru Terkenal:

​Salah satu gurunya yang penting dalam tasawuf adalah Sayyid Abu Hafs Umar bin Abdullah Ba Syaiban, yang memberinya sanad (rantai transmisi) keilmuan.

​Tantangan Terbesar:

​Tantangan terbesar pada zamannya adalah polemik keagamaan dan teologi, terutama konflik antara aliran tasawuf Wujudiyyah (seperti ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani) dengan tasawuf Syuhudiyyah yang dianut Ar-Raniri. Tantangan lainnya adalah mendapatkan akses ke manuskrip dan sanad keilmuan yang sahih di tengah mobilitas geografis yang tinggi.

​3. Karya Intelektual

​Karya Tulis Penting:

​Bustan al-Salatin (Taman Para Raja): Sebuah karya ensiklopedis dalam bahasa Melayu.

​Isi: Meliputi sejarah raja-raja Islam, ajaran tasawuf, etika politik, dan berbagai ilmu pengetahuan.

​Pengaruh: Menjadi sumber sejarah, sastra, dan pedoman politik-moral penting bagi Kesultanan Aceh dan peradaban Melayu.

​Asrar al-Insan fi Ma'rifat al-Ruh wa al-Rahman: Tentang tasawuf dan hakikat manusia.

​Hidayat al-Habib fi al-Targhib wa al-Tarhib: Kitab fikih.

​Tibyan fi Ma'rifat al-Adyan: Risalah mengenai perbandingan agama.

​Pengaruh Global: Karya-karya Ar-Raniri dalam bahasa Melayu turut menstandarkan bahasa tersebut sebagai bahasa ilmu pengetahuan di Nusantara, menjadikannya ulama yang karyanya dibaca luas di seluruh Asia Tenggara.

​4. Peran dan Kontribusi Global

​Bidang Keahlian: Beliau dikenal sebagai ahli dalam Tasawuf (Syuhudiyyah), Fikih (Syafi'i), Sejarah, Sastra, dan Politik. Peran utamanya adalah sebagai Mufti dan Penasihat Agama di Kesultanan Aceh.

​Negara Perjuangan:

​India (Gujarat): Tempat kelahiran dan awal pendidikan.

​Haramain (Makkah & Madinah): Tempat menuntut ilmu.

​Aceh Darussalam (Indonesia): Puncak karier intelektual dan politiknya sebagai ulama istana.

​5. Murid dan Jaringan Keilmuan

​Murid-Murid: Murid-murid beliau di Aceh banyak yang kemudian menjadi ulama dan pejabat penting di kesultanan. Meskipun demikian, setelah beliau kembali ke India, ajaran beliau mulai dikritik oleh ulama yang lebih muda, seperti Syaikh Abdurrauf Singkel (Teungku Syiah Kuala), yang juga menjadi tokoh penting yang lebih mendamaikan aliran tasawuf. Ar-Raniri berperan dalam pembentukan tradisi keilmuan ulama istana di Aceh.

​6. Perjuangan dan Keteguhan Iman

​Bentuk Perjuangan:

​Perjuangan utamanya adalah perjuangan ideologis dan intelektual untuk membersihkan akidah dari ajaran yang dianggap menyimpang (sinkretis) dari Islam ortodoks. Beliau menentang keras ajaran Wujudiyyah ekstrem yang dianggap menyesatkan, yang berpuncak pada penghukuman dan pembakaran kitab-kitab tasawuf tertentu.

​Keberanian dalam Berdakwah:

​Keberanian beliau terlihat dari tindakannya yang tegas dalam melakukan purifikasi (pemurnian) ajaran Islam di Aceh. Tindakan ini merupakan tantangan besar karena harus berhadapan dengan ulama pendahulu yang memiliki pengaruh kuat di istana dan masyarakat.

​7. Nilai-Nilai Keteladanan

​Nilai moral, akhlak, atau karakter yang paling menonjol dari sosok Ar-Raniri:

​Semangat Belajar dan Keilmuan Global: Jaringan keilmuan dan perjalanan menuntut ilmu dari India ke Timur Tengah hingga Nusantara menunjukkan semangatnya dalam mencari ilmu.

​Ketegasan Akidah: Keberanian dan ketegasan dalam menegakkan apa yang diyakini sebagai kebenaran akidah Islam, meskipun harus berhadapan dengan polemik besar.

​Intelektual Multidimensi: Kemampuannya menulis dalam berbagai disiplin ilmu (sejarah, politik, tasawuf, fikih) menunjukkan penguasaan ilmu yang mendalam.

​8. Relevansi untuk Generasi Sekarang

​Penguatan Identitas: Beliau mengajarkan pentingnya memiliki dasar keyakinan yang kuat. Remaja kini perlu memiliki keteguhan prinsip dan pemahaman agama yang mendalam di tengah arus informasi dan budaya yang beragam (seperti beliau menghadapi polemik tasawuf).

​Literasi dan Karya: Semangat beliau dalam menulis kitab-kitab ensiklopedis relevan dengan kebutuhan remaja untuk menjadi produsen konten positif dan bukan hanya konsumen.

​9. Inspirasi Pribadi

​Jika saya bisa "bertemu" ulama ini, pertanyaan yang ingin saya ajukan adalah:

​"Bagaimana Anda menyeimbangkan antara ketegasan syariat dan kedalaman tasawuf agar keduanya dapat berjalan beriringan tanpa menyebabkan perpecahan yang ekstrem di kalangan umat?"

​Alasan: Penting bagi saya untuk memahami filosofi beliau dalam mengatasi konflik akidah. Di zaman sekarang, kita juga dihadapkan pada perpecahan yang disebabkan perbedaan pandangan agama. Jawaban beliau mungkin memberikan kunci bagaimana membangun persatuan tanpa mengorbankan prinsip kebenaran yang diyakini.

​10. Karya Kreatif Kelompok (Puisi Pendek)

​"Sang Penjaga Ranah Jawi"

​Dari Ranir, ilmu terukir,

Menjelajah samudra, ke Aceh ia berlayar.

Bustanul Salatin, sejarah terangkai,

Lisan Melayu, ilmu tak pernah usai.

​Tasawuf Syuhudi, panji pemurnian,

Lawan bid'ah, kokohkan iman.

Pilar teguh, di tengah badai zaman,

Warisan cahayanya, abadi tak terpadamkan.

Berita Popular

Advertisement