1. Asal-Usul dan Latar Belakang
Syekh Abdurrauf lahir di daerah Singkil, Aceh, sekitar tahun 1615 M. Ia wafat di Kuala Aceh pada sekitar 1693 M. Sejak kecil ia hidup di keluarga yang kuat memegang agama dan sering berhubungan dengan para ulama serta pendatang dari luar Aceh. Lingkungan seperti itu membuatnya terbiasa melihat kegiatan belajar agama dan akhirnya menumbuhkan keinginannya untuk menjadi penuntut ilmu.
2. Perjalanan Menuntut Ilmu
Perjalanan ilmunya dimulai di Singkil dan Banda Aceh. Setelah itu ia berangkat ke Timur Tengah untuk belajar lebih dalam. Ia menuntut ilmu di Mekkah, Madinah, Yaman, dan beberapa tempat lain. Di sana ia belajar kepada banyak guru terkenal dalam bidang fikih dan tasawuf. Tantangan terbesarnya adalah perjalanan laut yang sangat panjang, biaya yang besar, serta kondisi politik zaman itu yang sering tidak stabil. Namun ia tetap melanjutkan perjalanan karena tekadnya yang besar.
3. Karya-Karya Intelektual
Karya pentingnya yaitu:
1. Mir’atu at-Thullab – buku fikih berbahasa Melayu yang membahas aturan ibadah dan kehidupan sehari-hari.
2. Tafsir Al-Qur’an berbahasa Melayu – memudahkan masyarakat memahami isi Al-Qur’an tanpa harus menguasai bahasa Arab tingkat tinggi.
3. Tulisan-tulisan tasawuf – membahas akhlak, zikir, dan cara mendekatkan diri kepada Allah.
Karya-karya ini memengaruhi perkembangan ilmu agama di Aceh dan kemudian tersebar ke wilayah Nusantara lainnya.
4. Peran dan Kontribusi Global
Syekh Abdurrauf dikenal sebagai ulama yang ahli dalam fikih, tafsir, dan tasawuf. Ia juga menjadi mufti atau penasihat agama bagi Kesultanan Aceh. Jaringan ilmunya tidak hanya di Aceh, tetapi juga tersambung ke Mekkah, Madinah, dan Yaman karena ia belajar dan bergaul dengan ulama-ulama besar di sana.
5. Murid dan Jaringan Keilmuan
Ia membimbing banyak murid yang kemudian menjadi tokoh penting di Aceh dan daerah-daerah lain. Para murid inilah yang menyebarkan ajaran fikih dan tasawuf Syekh Abdurrauf ke Sumatra, Semenanjung Melayu, dan beberapa wilayah lain sehingga ilmunya terus berkembang.
6. Perjuangan dan Keteguhan Iman
Salah satu bentuk perjuangannya adalah tetap mengajarkan agama ketika Aceh mengalami pergolakan politik. Ia menulis kitab agar masyarakat tetap memiliki pegangan hukum Islam. Sebagai mufti, ia berani menyampaikan nasihat dan kebenaran meskipun keadaan politik tidak selalu aman. Dakwahnya dilakukan secara terbuka dan sabar meski menghadapi banyak tekanan.
7. Nilai-Nilai Keteladanan
Nilai yang dapat dicontoh dari beliau antara lain kerja keras, tidak mudah menyerah dalam belajar, rendah hati meskipun sangat berilmu, bijaksana dalam menyelesaikan masalah, serta mencintai tanah air dengan menulis ilmu dalam bahasa yang dipahami masyarakat.
8. Relevansi untuk Generasi Sekarang
Nilai hidup Syekh Abdurrauf sangat cocok diterapkan oleh remaja saat ini, seperti semangat belajar yang tinggi, menjaga akhlak di tengah perkembangan zaman, bangga menggunakan bahasa sendiri, dan menjadikan ilmu sebagai cara untuk membantu orang sekitar.
9. Inspirasi Pribadi
Jika bisa bertemu beliau, pertanyaan yang ingin saya ajukan adalah:
“Bagaimana cara menjaga hati agar tetap ikhlas ketika menuntut ilmu?”
Pertanyaan ini penting karena di zaman sekarang banyak orang belajar hanya untuk dipuji, bukan untuk memperbaiki diri.
10. Karya Kreatif
Kutipan:
“Ilmu bukan hanya untuk dipahami, tetapi untuk menerangi hati dan menuntun langkah orang lain.”
Puisi Pendek:
Dari Singkil ia berangkat jauh,
menyusuri lautan demi sebuah cahaya.Pulang membawa ilmu yang utuh,menjadi penerang bagi bangsa dan agama.


Komentar
Tuliskan Komentar Anda!