Jejak Pengorbanan Orang Tua
Raka tumbuh dalam keluarga sederhana yang hidup di sebuah desa kecil. Ayahnya seorang buruh bangunan, sementara Ibunya berjualan kue keliling setiap pagi. Kesederhanaan menjadi teman hidup mereka, tetapi kasih sayang selalu memenuhi rumah itu.
Setiap hari sebelum matahari muncul, Ayah sudah bersiap bekerja. Dengan tubuh yang sering terasa pegal dan tangan yang kasar, Ayah tetap berangkat tanpa mengeluh. Ia selalu berkata, “Ayah bekerja supaya kamu bisa sekolah lebih tinggi.”
Ibu pun tidak kalah gigih. Dengan keranjang kue di tangan, ia berjalan dari rumah ke rumah, kadang diterpa panas, hujan, bahkan angin kencang. Walau sering pulang dengan hasil yang sedikit, Ibu tetap tersenyum demi menenangkan hati Raka.
Raka tumbuh menyaksikan setiap pengorbanan itu. Ia tahu bahwa di balik senyum orang tuanya, tersimpan lelah yang tidak pernah mereka tunjukkan. Mereka menahan kekurangan supaya Raka bisa hidup lebih baik.
Ketika teman-temannya bisa membeli apa yang mereka inginkan, Raka belajar menahan diri. Ia sadar, setiap uang yang dikeluarkan orang tuanya adalah hasil kerja keras yang tidak mudah. Kesadaran itu membuatnya semakin menghargai perjuangan Ayah dan Ibu.
Waktu berlalu, Raka tumbuh menjadi anak yang berprestasi. Ia belajar dengan tekun, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk membalas sedikit dari pengorbanan yang sudah orang tuanya berikan tanpa pamrih.
Saat ia akhirnya meraih cita-citanya, Raka kembali menatap perjalanan hidupnya. Ia sadar, setiap langkah kesuksesannya berdiri di atas jejak pengorbanan Ayah dan Ibu—jejak yang sunyi, sederhana, tetapi begitu besar dan abadi.


Komentar
Tuliskan Komentar Anda!