1. Asal-Usul dan Latar Belakang
Nama lengkap: Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani.
ANSOR JEPARA + 2
Kelahiran: Sekitar tahun 1820 M (1235 H) di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Jepara, Jawa Tengah.
Kompas + 1
Wafat: 18 Desember 1903 M (29 Ramadhan 1321 H) di Semarang.
NU Online Jawa Timur + 2
Ayahnya: Kiai Umar, seorang ulama sekaligus pejuang yang dipercaya Pangeran Diponegoro.
Kompas + 2
Pengaruh lingkungan keluarga: Karena ayahnya adalah ulama-pejuang, Mbah Sholeh tumbuh dalam suasana keagamaan dan semangat perjuangan. Hal ini membentuk karakternya sebagai ulama yang tidak hanya ilmuwan, tetapi juga berjiwa nasionalis dan membela tanah air.
Universitas Islam Indonesia + 2
Julukan “Darat”: Nama “Darat” di belakang namanya berasal dari kawasan “Darat” di pesisir Semarang Utara, tempat ia tinggal.
Universitas Islam Indonesia + 1
2. Perjalanan Menuntut Ilmu
Pendidikan awal: Belajar agama (Al-Qur’an, nahwu, shorof, akidah, fiqih) dari ayahnya saat kecil.
Republika Online + 1
Belajar di pesantren Jawa:
Berguru ke Kiai M. Syahid di Pesantren Waturoyo, Kajen, Pati, dalam fiqih.
Republika Online + 1
Kepada K.H. Raden Haji Muhammad Sholeh bin Asnawi di Kudus (belajar tafsir al-Jalalain)
Republika Online
Kepada K.H. Ishak Damaran di Semarang untuk ilmu nahwu dan shorof.
Kompas
Juga guru dari Semarang lainnya seperti Abu Abdillah Muhammad bin Hadi Buquni, Ahmad Bafaqih Ba’alawi, dan Syekh Abdul Ghani Bima.
Belajar tasawuf dan tafsir dari Mbah Ahmad Alim Bulus di Purworejo.
Studi ke Mekkah: Ia pergi ke Mekkah bersama ayahnya sekitar tahun ±1835 M.
millati.iainsalatiga.ac.id + 1
Di Mekkah, beliau berguru kepada beberapa ulama penting, termasuk Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan (Mufti Syafi’i) dan beberapa ulama Mesir/Mekah.
Tantangan: Pada zamannya, menuntut ilmu ke luar negeri (Mekkah) butuh biaya, perjalanan jauh, dan risiko perjalanan laut darat di abad ke-19. Selain itu, kolonialisme Belanda juga memberi tekanan sosial-politik bagi ulama Jawa.
3. Karya Intelektual
Beberapa buku dan karya penting beliau (banyak ditulis dengan aksara Arab-Pegon bahasa Jawa):
Majmu‘ al-Syarī’ah al-Kāfiyah li al-‘Awām: semacam kumpulan hukum syariah untuk umat awam.
Munjiyat: ringkasan tasawuf, merujuk pada Ihya Ulum al-Din karangan Imam al-Ghazali.
Syarh Kitab al-Hikam: penjelasan atas Al-Hikam karya Ibnu Atha’illah, membahas akhlak dan tasawuf.
Latha’if al-Taharah / Asrar al-Shalah: membahas tentang kebersihan (taharah) dan rahasia shalat.
Manasik al-Hajj wa al-‘Umrah wa Adab al-Ziyarah: panduan ibadah haji dan umrah + adab berziarah.
NU Online
Tarjamah “Sabil al-‘Abid”: terjemahan / syarah Jauharah al-Tauhid karya Syekh Ibrahim al-Laqqani; bagian akidah/maturidi-Asy’ari.
Minhaj al-Atqiya’: membahas jalan orang bertakwa, tasawuf & akhlak.
Al-Mursyid al-Wajiz fi ‘Ilm al-Qur’an al-‘Aziz: karya terkait ilmu al-Qur’an dan ilmu tajwid / makna Al-Qur’an.
IDR UIN Antasari
Faidh al-Rahman: tafsir Al-Qur’an dalam bahasa Jawa Pegon.
Kitab lain: Kitab al-Mahabbah wa al-Mawaddah, Kitab Hadis al-Mi‘raj.
Journal IAIN Kudus
Pengaruh: Karyanya menyebar di Nusantara, bahkan hingga Mesir dan Turki Utsmani menurut catatan.
NU Online LTN Nahdlatul
Karya-karyanya sangat penting karena menjembatani tradisi keilmuan Islam klasik dengan budaya lokal Jawa (penggunaan bahasa Jawa Pegon) → membuat ilmu lebih mudah diakses oleh santri lokal.
4. Peran dan Kontribusi Global
Beliau dikenal sebagai ulama multidisiplin: fiqih, tasawuf, tafsir, pendidikan.
Di Mekkah, beliau mendapat izin mengajar dan pernah menjadi pengajar.
lazsidogiri.org
Karena mengajar di Mekkah, murid-muridnya datang dari banyak penjuru, termasuk dari Nusantara dan Melayu.
Dia juga menyebarkan Islam Nusantara: pemikiran yang menggabungkan teologi Islam ortodoks (Asy’ari/Maturidi) dengan nilai lokal Jawa.
Sangat berkontribusi dalam pendidikan Islam di Jawa: mendirikan pusat pengajian di Semarang setelah kembali dari Mekkah.
Politik / perjuangan kolonial: meskipun tidak berperang sebagai prajurit, beliau dan keluarganya memiliki semangat melawan penjajah melalui dakwah dan pendidikan. Beberapa riwayat menyebut kecaman kepada gaya-cara Belanda di tulisannya.
kumparan
5. Murid dan Jaringan Keilmuan
Beberapa murid penting beliau:
KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU)
Universitas Islam Indonesia + 1
KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah)
SMOL.id - Lebih dari Berita + 1
RA Kartini (emansipasi wanita) juga disebut sebagai muridnya.
Tokoh pesantren lain: KH Dahlan Tremas, KH Idris (Solo), KH Dimyati Termas, KH Tahir (Mangkang), KH Kholil Rembang, KH Munawir Krapyak, dsb.
Jaringan keilmuan global: karena mengajar di Mekkah, beliau berhubungan dengan ulama internasional dan mendidik santri dari luar Nusantara.
6. Perjuangan dan Keteguhan Iman
Melawan penjajahan: Ayahnya adalah pejuang Diponegoro, dan Mbah Sholeh juga menulis kritik budaya Belanda (“barang siapa meniru gaya Belanda … celana, topi, dasi …”).
kumparan
Dakwah: Ia mendidik banyak murid yang kelak menjadi pemimpin umat (NU, Muhammadiyah). Itu adalah bentuk perjuangan intelektual dan spiritual.
Keteguhan: Ia rela menuntut ilmu jauh dari kampung halaman, tinggal di Mekkah sebagai pengajar, membangun pesantren, dan menulis kitab sebagai kontribusi ilmu meski pada masa sulit.
7. Nilai-Nilai Keteladanan
Beberapa nilai moral dan karakter dari Kiai Sholeh Darat:
Kerja keras dalam mencari ilmu — menuntut di pesantren lokal dan di Mekkah.
Rendah hati — meskipun sangat alim, ia mengajar untuk umat (dalam bahasa Jawa Pegon agar mudah dipahami).
Semangat pengabdian dan dakwah — mendidik banyak murid besar; kontribusi keilmuan untuk masyarakat.
Cinta tanah air — menentang penjajahan secara intelektual dan melalui pendidikan.
Keteguhan iman dan toleransi — berpijak pada teologi Asy’ari/Maturidi yang moderat, dan mampu menyatukan pemikiran Islam klasik dengan realitas lokal Jawa.
8. Relevansi untuk Generasi Sekarang
Berikut beberapa cara nilai-nilai beliau bisa diterapkan oleh remaja masa kini:
Semangat menuntut ilmu: remaja bisa terinspirasi untuk belajar tidak hanya di sekolah, tetapi juga mencari guru dan sumber pengetahuan (online, lokal, internasional).
Kerendahan hati: meskipun punya keahlian atau prestasi, penting untuk tetap rendah hati dan berbagi ilmu dengan orang lain.
Cinta tanah air: bisa diartikan sebagai kontribusi intelektual bagi masyarakat, misalnya lewat kegiatan sosial, dakwah damai, atau pendidikan.
Perlawanan terhadap ketidakadilan: generasi muda bisa meniru semangat intelektual beliau — melawan “penjajahan” modern (bisa dalam bentuk ketidakadilan sosial, kesenjangan pendidikan) dengan cara berdakwah, berkarya, berpikir kritis.
Toleransi dan sinergi: nilai teologis beliau yang moderat bisa jadi teladan dalam menghadapi perbedaan pendapat dan keberagaman saat ini.
9. Inspirasi Pribadi (Jika “Bertemu” dengan Beliau)
Jika aku bisa bertemu dengan beliau, pertanyaan yang ingin aku tanyakan mungkin seperti:
“Apa motivasi terbesar Anda dalam menggabungkan ilmu Islam klasik (teologi, tasawuf) dengan budaya lokal Jawa?” — Karena hal itu sangat relevan untuk cara kita menyampaikan Islam di konteks modern dan lokal.
“Bagaimana Anda menjaga semangat dakwah dan menulis di tengah tantangan zaman (kolonialisme, keterbatasan)?” — Aku ingin tahu strategi spiritual dan mental beliau, agar aku juga bisa tetap konsisten dalam perjuangan iman dan ilmu.
“Apa nasihat Anda untuk generasi muda yang ingin menjadi ulama tapi juga aktif di masyarakat (pendidikan, politik, sosial)?” — Karena aku melihat banyak remaja sekarang ingin berkontribusi ke masyarakat namun bingung mana jalan terbaik.
10. Karya Kreatif Kelompok
Puisi pendek / kutipan inspiratif:
“Di pesisir darat Semarang kau lahir,
Menjalin ilmu dari Jepara sampai Mekkah,
Mengajarkan kearifan di tengah gelombang zaman,
Membimbing generasi, menebar rahmat dan kebijaksanaan.
Mbah Sholeh Darat, guru umat, pengayom negeri;
Semangatmu hidup terus di sanubari kita, cahaya ilmu abadi.”

Komentar
Tuliskan Komentar Anda!