SYAIKH MUHAMMAD SHOLEH BIN UMAR AL-SAMARANI

SYAIKH MUHAMMAD SHOLEH BIN UMAR AL-SAMARANI

Syaikh Muhammad Shaleh bin Umar al-Samarani, dikenal sebagai Kiai Sholeh Darat, lahir di Sarang, Rembang (Jawa Tengah) sekitar tahun 1820 M, dan wafat di Semarang pada tahun 1903 M.

Beliau berasal dari keluarga religius. ayahnya, Kiai Umar, adalah seorang ulama dan pejuang yang ikut melawan penjajahan Belanda. Lingkungan keluarganya yang kuat dalam agama dan perjuangan membentuk kepribadiannya sebagai ulama yang tegas, berilmu, dan cinta tanah air.

Kiai Sholeh Darat menuntut ilmu di berbagai pesantren di Jawa, seperti Pesantren di Kajen, Pati, dan Semarang. Beliau kemudian melanjutkan pendidikannya ke Mekkah, tempat beliau berguru pada ulama besar seperti Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi dan Syaikh Nawawi al-Bantani.

Tantangan terbesarnya pada masa itu adalah keterbatasan akses pendidikan serta tekanan dari penjajah Belanda yang tidak mendukung pendidikan Islam.

Beberapa karya pentingnya antara lain:

Kitab Faid ar-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan – tafsir Al-Qur’an dalam bahasa Jawa Pegon agar masyarakat awam bisa memahami isi Al-Qur’an.

Syarh al-Hikam, Majmu’at asy-Syari’ah al-Kafiyah lil-Awam, dan Manasik al-Hajj.

Karya-karya beliau sangat berpengaruh dalam pendidikan Islam tradisional di Jawa, terutama dalam upaya membumikan ilmu agama dengan bahasa lokal.

Beliau dikenal dalam bidang tafsir, fiqih, dan dakwah. Selama di Mekkah, beliau juga berinteraksi dengan banyak ulama internasional, memperluas jejaring keilmuannya. Tempat perjuangannya terutama di Indonesia (Semarang, Rembang, dan sekitarnya), di mana beliau menyebarkan dakwah dan menentang penjajahan dengan pendidikan.

Beberapa murid terkenal beliau adalah:

-KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah)

-KH. Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama)

-KH. Idris (Kauman, Semarang)

Murid-muridnya kemudian menjadi tokoh besar dalam dunia Islam Indonesia, meneruskan semangat pembaruan dan pendidikan beliau.

Kiai Sholeh Darat berjuang melawan penjajahan Belanda dengan pendidikan dan dakwah.

Beliau menolak tunduk pada aturan Belanda yang membatasi ajaran Islam. keberaniannya terlihat dari sikapnya yang terus mengajarkan tafsir Al-Qur’an dalam bahasa Jawa, walaupun sempat dilarang karena dianggap “membangkitkan kesadaran rakyat”.

Nilai-nilai yang menonjol dari Kiai Sholeh Darat antara lain:

-Cinta ilmu dan tanah air

-Kerendahan hati dan keikhlasan

-Semangat mengajar untuk membebaskan masyarakat dari kebodohan

-Keberanian menyuarakan kebenaran

Nilai perjuangan beliau bisa diterapkan dengan:

-Semangat belajar dan memahami agama dengan benar

-Menggunakan ilmu untuk membangun bangsa

-Menyebarkan kebaikan dengan cara bijak dan terbuka, seperti beliau menyebarkan ilmu dengan bahasa masyarakat.

Kalau aku bisa bertemu beliau, aku ingin bertanya:

> “Bagaimana caranya tetap ikhlas dan teguh berdakwah di tengah tekanan zaman?”

Karena di masa sekarang pun, banyak tantangan moral dan sosial, jadi penting belajar dari keteguhan beliau dalam menjaga keikhlasan dan semangat perjuangan.

“Cahaya Darat”

> Di tanah Semarang engkau berdiri,

Menyulut obor di gelap negeri.

Huruf Pegon jadi saksi,

Ilmu kau sebar tanpa pamrih diri.

Wahai Kiai Sholeh Darat yang bijak,

Namamu abadi, semangatmu tak retak.

Berita Popular

Advertisement