Syekh Hamzah Al Fansuri

Syekh Hamzah Al Fansuri

1. Asal-usul dan Latar Belakang

Syekh Hamzah al-Fansuri adalah ulama, sufi, dan penyair besar Melayu yang hidup pada abad ke-16 hingga awal abad ke-17 M. Ia dikenal sebagai pelopor sastra sufi Melayu. Nama al-Fansuri menunjukkan asalnya dari Fansur (Barus, Sumatra Utara), pusat perdagangan dan penyebaran Islam. Lingkungan kosmopolitan Barus membuat pemikirannya terbuka terhadap pengaruh Arab, Persia, dan India.

2. Perjalanan Menuntut Ilmu

Hamzah dikenal sebagai pengembara ilmu. Ia belajar di Aceh, lalu menunaikan haji ke Mekah dan Madinah, mendalami tasawuf Ibn ‘Arabi (wahdat al-wujud). Ia juga menimba ilmu di Yaman, Persia, dan Gujarat (India), sebelum kembali ke Aceh di masa Sultan Iskandar Muda untuk mengajar, menulis, dan berdakwah dengan pendekatan sufistik yang lembut.

3. Karya Intelektual

Hamzah menulis karya tasawuf dalam bahasa Melayu beraksara Jawi.

Karya utamanya antara lain:

Asrar al-‘Arifin – membahas hakikat makrifat dan pengetahuan tentang Tuhan.

Sharab al-‘Ashiqin – menjelaskan cinta Ilahi dan perjalanan spiritual.

Al-Muntahi – membahas tahapan akhir menuju kesempurnaan makrifat.

Syair-syair sufistik seperti Syair Perahu dan Syair Dagang, yang menggambarkan perjalanan hidup manusia menuju Tuhan dengan simbol laut dan pelayaran.

4. Peran dan Kontribusi Global

Hamzah menjadi pelopor tasawuf Melayu dengan memperkenalkan ajaran wahdat al-wujud dalam bahasa lokal. Ia juga pembaharu sastra Melayu, menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa ilmu dan spiritualitas Islam.

Sebagai jembatan intelektual antara dunia Islam dan Nusantara, ia memperkenalkan gagasan filsafat Islam dengan cara yang mudah dipahami masyarakat. Ajarannya tentang cinta dan kesadaran Ilahi menumbuhkan semangat toleransi dan kedamaian di dunia Melayu.

5. Nilai-nilai Keteladanan

Cinta ilmu dan Tuhan – terus menuntut ilmu hingga ke berbagai negeri.

Berpikir mandiri – berani menyampaikan pemikiran baru.

Kreatif dan bijak – menyebarkan ajaran lewat syair indah.

Zuhud dan rendah hati – hidup sederhana dan ikhlas.

6. Relevansi untuk Generasi Sekarang

Nilai-nilainya tetap relevan:

Semangat belajar dan berpikir kritis.

Berani berpendapat dengan bijak.

Berdakwah melalui seni dan media kreatif.

Menjaga spiritualitas di tengah kehidupan modern.

7. Perjuangan dan Keteguhan Iman

Hamzah tetap teguh dengan keyakinannya meski mendapat penentangan karena ajaran wahdatul wujud. Ia berdakwah dengan damai dan penuh cinta, menunjukkan ketulusan dan keteguhan iman yang kuat.

8. Murid dan Jaringan Keilmuan

Murid terkenalnya adalah Syekh Syamsuddin as-Sumatrani, yang melanjutkan ajaran tasawufnya. Melalui jaringan ilmu di Mekkah, Baghdad, dan Gujarat, gagasannya menyebar luas ke Aceh, Malaysia, dan seluruh dunia Melayu, membentuk dasar sastra dan pemikiran sufi Nusantara.

9. Inspirasi Pribadi

Pertanyaan:

"Syekh Hamzah, bagaimana caranya seseorang dapat mencapai kedekatan dengan Allah di tengah dunia yang penuh hiruk-pikuk dan kesibukan seperti sekarang?"

10. Karya Kreatif Kelompok (Puisi Pendek Inspiratif)

Judul: “Cahaya dari Fansur”

Dari Barus kau berlayar mencari makna,

Menyelam dalam samudra ilmu dan rahasia.

Kalam sucimu menyalakan nur di jiwa,

Mengajarkan cinta yang tiada bertepi pada Sang Pencipta.

Wahai Syekh Hamzah, sang penyair ruhani,

Suaramu tetap hidup di hati santri.

Kau ajarkan kami: ilmu bukan sekadar kata,

Tapi perjalanan menuju Tuhan dalam cinta yang nyata.

Berita Popular

Advertisement